Sambil menunggu waktu penentuan kelulusan.... di saat para siswa ...orang tua...guru...kepaa sekolah....dag dig dug memikir UN ada baiknya selingan baca buku yang ada huungannya dengan keGURUan. Ada teman di Ikatan Guru Indinesia yang rajin rajin menulis dan dikumpulkan menjadi Buku ini Review nya copas dari Wall Beliau:
ADAM PANJALU, PESTA SASTRA PARA GURU
Judul buku: Adam Panjalu
Penulis : Faradina Izdhihary, Eko Prasetyo, dkk
Penerbit : Pustaka Nurul Haqqy
Tebal buku: 227 halaman
Harga : Rp 40.000
Segmen pembaca : Umum, mulai SMP ke atas.
(Catatan Must Prast, penulis Memoar Guru dan Adam Panjalu)
Helvy Tiana Rosa pernah bilang bahwa karya sastra itu parfumnya para
sastrawan. Ini bukan kiasan yang berlebihan. Sebab, sastra memang
identik dengan keindahan. Ia menawarkan keharuman nan memesona yang
tentu saja memberikan efek menenangkan sekaligus menyenangkan.
Dulu, pada 2008, saya pernah menulis di sebuah surat kabar lokal di Kota
Pahlawan tentang upaya menumbuhkan gairah terhadap sastra di lingkungan
sekolah. Mengapa? Alasannya, sastra terkesan belum mendapat tempat di
hati pelajar. Sebab, masih ada anggapan bahwa sastra tidak bisa
memberikan jaminan masa depan secara intelektual, emosional, dan
finansial.
Nah, pandangan inilah yang mesti diubah. Guru tentu diharapkan ikut andil dan mengentaskan paradigma yang keliru itu.
Salah satunya, pembelajaran sastra secara konvensional mesti
ditinggalkan. Siswa tidak harus pasif menerima penjelasan sastra dari
sang guru. Pembelajaran sastra di kelas harus menarik, komunikatif, dan
menyenangkan. Tidak pasif. Yakni, siswa hanya mendengarkan guru
menerangkan. Keterlibatan dan interaksi inilah yang menjadi poin penting
dalam proses pembelajaran sastra di kelas.
Berawal dari
keinginan untuk membangkitkan kembali gairah sastra di sekolah, saya
melontarkan gagasan untuk menyusun sebuah buku sastra yang ditulis oleh
kaum pendidik. Yakni, mereka yang terlibat langsung dalam kegiatan
belajar mengajar.
Ide ini mendapat sambutan baik dari para guru di
berbagai daerah. Selanjutnya, dipilihlah konsep cerita pendek (cerpen)
yang berbasis tema lingkungan sekolah. Bagai bola liar, antusiasme
tinggi ditunjukkan oleh pendidik dan aktivis pendidikan yang menjadi
anggota grup Facebook Klub Guru Menulis IGI.
Semula penerbitan
buku ini akan dibarengkan dengan Memoar Guru yang dikomandani Faradina
Izdhihary. Kebetulan ia punya perusahaan penerbitan yang baru
dibentuknya setahun silam. Kami lantas membuat audisi Memoar Guru dan
kumpulan cerpen.
Saya kebagian tugas menangani antologi cerpen
tadi. Luar biasa, naskah yang masuk ratusan. Jauh lebih banyak daripada
seleksi Memoar Guru.
Judul semula yang disiapkan adalah Sang
Juara. Sempat ditolak oleh sebuah penerbit besar, akhirnya diperkirakan
bulan ini buku kumpulan cerpen yang penulisnya notabene adalah para
bapak dan ibu guru itu bisa terbit. Judulnya pun diganti menjadi Adam
Panjalu yang diambil dari salah satu cerpen milik seorang guru SMK
swasta asal Kediri.
Tema ceritanya sederhana dan sangat lekat
dengan kehidupan para siswa masa kini. Yakni, keluhan seputar cara
mengajar guru yang membosankan, ketakutan dimarahi guru jika bertanya,
dan guru killer.
Di luar itu, masih banyak cerpen menarik.
Misalnya, memotret kehidupan siswa bertelanjang kaki di Sumba Timur,
spirit guru honorer, pertengkaran murid, harapan muluk orang tua akan
nilai anaknya di sekolah, dan banyak hal lain.
Meski ditulis
oleh para pendidik, suguhan sastra di buku Adam Panjalu ini begitu
kental dan tidak kalah dengan cerpenis lain. Artinya, tawaran diksi yang
sangat melimpah di tiap karya cerpen tersebut menandakan bahwa si
empunya rakus membaca karya sastra.
Sebenarnya, itulah tujuan
saya menyusun buku yang sederhana ini. Yakni, menyuarakan gerakan
membaca karya sastra di sekolah. Dampak lain yang diharapkan adalah
munculnya komunikasi interaktif antara guru dan siswa dalam pembelajaran
sastra lewat buku ini.
Apalagi, salah satu kelebihan Adam
Panjalu adalah kelekatannya pada dunia sekolah karena bertema
pendidikan. Diharapkan pula siswa mau merangkul kembali sastra dan
menemukan efek menyenangkan tadi layaknya menghadiri dan menikmati
sebuah pesta. Dan, mereka bakal tak menyangka bahwa pesta sastra itu
sebenarnya disuguhkan oleh bapak dan ibu guru mereka.
Graha Pena, 4–5 Maret 2013
NB: Mas Eko Prasetyo, mohon izin share catatan panjenengan ya,.
Yang mau pesan boleh langsung inbok. Harga belum termasuk ongkir. Untuk pembelian 5 eksemplar ke atas, dapatkan diskon khusus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar