Senin, 15 April 2013

BUKU KARYA PARA GURU

Sambil menunggu waktu penentuan kelulusan.... di saat para siswa ...orang tua...guru...kepaa sekolah....dag dig dug memikir UN ada baiknya selingan baca buku yang ada huungannya dengan keGURUan. Ada teman di Ikatan Guru Indinesia yang rajin rajin menulis dan dikumpulkan menjadi Buku  ini Review nya copas dari Wall Beliau:
ADAM PANJALU, PESTA SASTRA PARA GURU 

Judul buku: Adam Panjalu

Penulis : Faradina Izdhihary, Eko Prasetyo, dkk
Penerbit : Pustaka Nurul Haqqy
Tebal buku: 227 halaman
Harga : Rp 40.000
Segmen pembaca : Umum, mulai SMP ke atas.


(Catatan Must Prast, penulis Memoar Guru dan Adam Panjalu)

Helvy Tiana Rosa pernah bilang bahwa karya sastra itu parfumnya para sastrawan. Ini bukan kiasan yang berlebihan. Sebab, sastra memang identik dengan keindahan. Ia menawarkan keharuman nan memesona yang tentu saja memberikan efek menenangkan sekaligus menyenangkan.

Dulu, pada 2008, saya pernah menulis di sebuah surat kabar lokal di Kota Pahlawan tentang upaya menumbuhkan gairah terhadap sastra di lingkungan sekolah. Mengapa? Alasannya, sastra terkesan belum mendapat tempat di hati pelajar. Sebab, masih ada anggapan bahwa sastra tidak bisa memberikan jaminan masa depan secara intelektual, emosional, dan finansial.
Nah, pandangan inilah yang mesti diubah. Guru tentu diharapkan ikut andil dan mengentaskan paradigma yang keliru itu.

Salah satunya, pembelajaran sastra secara konvensional mesti ditinggalkan. Siswa tidak harus pasif menerima penjelasan sastra dari sang guru. Pembelajaran sastra di kelas harus menarik, komunikatif, dan menyenangkan. Tidak pasif. Yakni, siswa hanya mendengarkan guru menerangkan. Keterlibatan dan interaksi inilah yang menjadi poin penting dalam proses pembelajaran sastra di kelas.

Berawal dari keinginan untuk membangkitkan kembali gairah sastra di sekolah, saya melontarkan gagasan untuk menyusun sebuah buku sastra yang ditulis oleh kaum pendidik. Yakni, mereka yang terlibat langsung dalam kegiatan belajar mengajar.
Ide ini mendapat sambutan baik dari para guru di berbagai daerah. Selanjutnya, dipilihlah konsep cerita pendek (cerpen) yang berbasis tema lingkungan sekolah. Bagai bola liar, antusiasme tinggi ditunjukkan oleh pendidik dan aktivis pendidikan yang menjadi anggota grup Facebook Klub Guru Menulis IGI.

Semula penerbitan buku ini akan dibarengkan dengan Memoar Guru yang dikomandani Faradina Izdhihary. Kebetulan ia punya perusahaan penerbitan yang baru dibentuknya setahun silam. Kami lantas membuat audisi Memoar Guru dan kumpulan cerpen.

Saya kebagian tugas menangani antologi cerpen tadi. Luar biasa, naskah yang masuk ratusan. Jauh lebih banyak daripada seleksi Memoar Guru.

Judul semula yang disiapkan adalah Sang Juara. Sempat ditolak oleh sebuah penerbit besar, akhirnya diperkirakan bulan ini buku kumpulan cerpen yang penulisnya notabene adalah para bapak dan ibu guru itu bisa terbit. Judulnya pun diganti menjadi Adam Panjalu yang diambil dari salah satu cerpen milik seorang guru SMK swasta asal Kediri.

Tema ceritanya sederhana dan sangat lekat dengan kehidupan para siswa masa kini. Yakni, keluhan seputar cara mengajar guru yang membosankan, ketakutan dimarahi guru jika bertanya, dan guru killer.

Di luar itu, masih banyak cerpen menarik. Misalnya, memotret kehidupan siswa bertelanjang kaki di Sumba Timur, spirit guru honorer, pertengkaran murid, harapan muluk orang tua akan nilai anaknya di sekolah, dan banyak hal lain.

Meski ditulis oleh para pendidik, suguhan sastra di buku Adam Panjalu ini begitu kental dan tidak kalah dengan cerpenis lain. Artinya, tawaran diksi yang sangat melimpah di tiap karya cerpen tersebut menandakan bahwa si empunya rakus membaca karya sastra.

Sebenarnya, itulah tujuan saya menyusun buku yang sederhana ini. Yakni, menyuarakan gerakan membaca karya sastra di sekolah. Dampak lain yang diharapkan adalah munculnya komunikasi interaktif antara guru dan siswa dalam pembelajaran sastra lewat buku ini.

Apalagi, salah satu kelebihan Adam Panjalu adalah kelekatannya pada dunia sekolah karena bertema pendidikan. Diharapkan pula siswa mau merangkul kembali sastra dan menemukan efek menyenangkan tadi layaknya menghadiri dan menikmati sebuah pesta. Dan, mereka bakal tak menyangka bahwa pesta sastra itu sebenarnya disuguhkan oleh bapak dan ibu guru mereka.

Graha Pena, 4–5 Maret 2013

NB: Mas Eko Prasetyo, mohon izin share catatan panjenengan ya,.

Yang mau pesan boleh langsung inbok. Harga belum termasuk ongkir. Untuk pembelian 5 eksemplar ke atas, dapatkan diskon khusus.
sumber beritanya : https://www.facebook.com/groups/igipusat/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar