Kamis, 10 Desember 2009

Bensin Tanpa Timbal (http://purnawan-kristanto.blogspot.com)

Asap pembakaran yang dikeluarkan dari knalpot kendaraan itu mengandung zat pencemar yang membahayakan kesehatan. Menurut WHO, Indonesia menderita kerugian ekonomi akibat pencemaran udara sekitar 424,3 juta pada tahun 1990 dan tahun 2000 naik menjadi 624 juta dollar. Karena itu, bila pemerintah tidak melakukan pengendalian pencemaran udara secara serius, maka tingkat kerugian yang dialami Indonesia akan bertambah besar. Untuk itulah, tahun lalu pemerintah meluncurkan produk bensin Super TT, alias bensin tanpa timbal. Bensin ini berbeda dengan premium dan premix yang masih menggunakan timbal dalam bentuk Tetra Ethyl Led (TEL) untuk menaikkan kadar oktannya. Tetapi bensin ini memerlukan alat khusus. Tanpa alat ini, kendaraan yang memakai bensin Super TT justru akan cepat rusak. Bagaimanakah sebenarnya pengaruh kebijakan penghapusan bensin tanpa timbal ini dari sisi kepentingan konsumen, apakah menguntungkan atau merugikan? Dampak Kesehatan Bensin adalah senyawa hidrokarbon yang berisi hidrogen dan atom karbon. Pada mesin yang "beres", oksigen akan mengubah semua hidrogen dalam bahan bakar ini menjadi air dan mengubah semua karbon menjadi karbon dioksida. Kenyataannya, proses pembakaran ini tidak selamanya berlangsung sempurna. Akibatnya mesin mobil mengeluarkan beberapa jenis polutan berbahaya, seperti hidrokarbon (HC), oksida nitrogen (NOx), karbon monoksida (CO), oksida belerang (SOx), partikel debu halus (PM10) dan yang paling berbahaya adalah timbal (Pb). Senyawa HC dilepaskan udara karena molekul ini tidak terbakar sepenuhnya. Jika bercampur bersentuhan dengan oksida nitrogen dan matahari, hidrokarbon akan berubah bentuk menjadi asap yang memedihkan mata, mengganggu tenggorokan dan saluran pernapasan. Karbon monoksida juga produk dari pembakaran yang tidak sempurna. Jika terhirup manusia, gas ini sangat mempengaruhi distribusi oksegen darah dalam jantung. Gas CO ini mudah sekali menyatu dengan Hb darah sekalipun dalam kadar yang rendah. Ini terjadi karena zat besi (Fe) dalam Hb memicu daya tarik CO menjadi 200 kali lebih besar daripada daya tarik O2. Meningkatnya CO dalam Hb sampai 9 % saja dalam darah dalam waktu satu-dua menit bisa menimbulkan kekurangan oksigen di jantung serta terhalangnya penambahan oksigen pada pembuluh darah koroner. Penelitian kedokteran menunjukkan, meski dalam dosis yang rendah, timbal adalah unsur yang sangat berbahaya. Jika paparannya sangat tinggi, racun ini bisa mengakibatkan kerusakan pada otak, ginjal dan gangguan gastrointestinal. Sedangkan paparan dalam waktu yang lama, akan mengganggu darah, sistem syaraf pusat, tekanan darah dan mengganggu penyerapan vitamin D. Sistem reproduksi manusia pun diganggu olehnya. Jumlah sperma pada pria berkurang dan menyebabkan keguguran pada wanita hamil. Pada kanak-kanak, bisa menghambat perumbuhan kecerdasan kognitif dan pertumbuhan badan. Sedangkan bagi lingkungan, pencemaran udara yang berat akan menurunkan hasil pertanian dan perikanan, menaikkan suhu bumi sebesar 0,3 derajat Celcius/10 tahun dan menyebabkan hujan asam. Hak-hak Konsumen Salah satu biang kerok dari semua persoalan itu adalah adanya kandungan timbal dalam bensin. Pada masa lalu, fungsi timbal di dalam bensin adalah dalam rangka untuk menaikkan kadar oktan. Mengingat bahaya yang besar ini, maka pemerintah mempercepat jadwal pemakaian bensin tanpa timbal yang seharusnya baru dimulai tahun 2003, sebagai bagian dari Program Langit Biru. Sayangnya, berdasarkan survei yang pernah diadakan YLKI dan Swisscontact, sejumlah 42,8 % dari responden, mengaku tidak pernah mendengar program ini. Padahal menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK) No. 8 /1999, konsumen mempunyai "hak atas informasi yg benar jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa."(pasal 4 butir c) Informasi adalah hal yang sangat dibutuhkan konsumen sebelum memutuskan untuk membeli dan mengkonsumsi suatu produk. Dalam hal ini, konsumen sebenarnya membutuhkan informasi tentang kelebihan dan kekurangan bensin Super TT ini, serta dampaknya terhadap kendaraan miliknya. Berkat kecanggihan teknologi yang bernama Residue Catalytic Cracking (RCC), sekarang ini bisa dihasilkan bensin dengan bilang oktan 92, tanpa minta bantuan timbal lagi. Sayangnya, ongkos produksi bensin Super TT terbilang mahal. Menurut hitungan Pertamina, biaya produksi premium akan melonjak menjadi Rp. 120/liter jika tidak menggunakan timbal. Ini terjadi karena pemerintah masih harus mengimpor High Octan Motogas Component (HOMC) sekitar 300 ribu barel/tahun. Padahal harga HOMC di pasaran dunia mencapai US$ 30/barel. Tanpa ada subsidi dari pemerintah, maka harga Bensin Super TT tidak terjangkau oleh konsumen. Di luar soal harga, ada lagi persoalan lainnya. Ternyata tidak semua kendaraan dapat menggunakan bensin Super TT ini. Bensin ini hanya cocok untuk memenuhi kebutuhan mesin-mesin kendaraan yang dirancang menggunakan bahan bakar tanpa timbal, atau untuk kendaraan yang telah dilengkapi catalytic converter yang merupakan ruang bakar tambahan. Konverter tersebut berfungsi meningkatkan kebersihan emisi gas buang kendaraan sehingga menciptakan lingkungan yang lebih sehat. Caranya, aliran gas buang akan mengalami oksidasi sehingga unsur CO dan HC diubah menjadi CO2 yang relatif tidak berbahaya. Lalu apa yang terjadi apabila bensin Super TT digunakan untuk kendaraan yang masih harus menggunakan bahan bakar bertimbal? Tentu saja timbul masalah, sebab sejak tahun 1920-an, timbal dipakai sebagai bahan aditif dalam bensin sebagai anti-knocking pelumasan dudukan katup. Jika menggunakan bensin tanpa timbal, maka komponen mobil yang minus konverter akan cepat aus dan rusak. Padahal untuk memasang konverter, konsumen harus merogoh kocek sekitar 2,5 juta-5 juta rupiah. Pada mobil built up dari manca, sebenarnya sudah dilengkapi konverter ini, tetapi karena sebelumnya bensin kita masih bertimbal, maka alat ini dicopot oleh produsennya. Konsekunesi ini yang tidak banyak diketahui oleh kebanyakan konsumen di Jakarta sebagai pemakai perdana bensin jenis ini. Padahal pemerintah/Pertamina terlanjur bertekad memasok SPBU di Jakarta hanya dengan bensin Super TT. Itu artinya, kendaraan-kendaraan dari zaman bauhela akan semakin cepat aus jika tetap nekat "meminum" bensin super TT. Ongkos Kesehatan Pada tahun 2003, pemerintah menargetkan bensin bertimbal sudah lenyap dari bumi Indonesia. Realistiskah target ini? Bagaimana dengan kendaraan lama yang tidak memiliki konverter? Apakah mereka harus segera pensiun atau nekat memakai bensin super TT dengan risiko kendaraan cepat aus? Apakah program penghapusan bensin bertimbal ini layak diteruskan? Jawabannya sama sulitnya dengan pertanyaan: lebih dulu mana, ayam atau telur? Dalam hal ini, pertanyaannya menjadi: mana yang lebih dulu, menyiapkan semua kendaraan dulu atau menyediakan bensin tanpa timbal? Akan tetapi jika dikaji dari sudut pandang ongkos kesehatan, kita akan menemukan jawabannya. Laporan WHO menunjukkan bahwa dari 126 kota di seluruh dunia terdapat 130 ribu kematian prematur dan 50-70 insiden penyakit pernapasan tiap tahun akibat polusi udara. Di Beijing terdapat kematian sepuluh ribu kematian/tahun di Beijing dan di Jakarta terdapat enam ribu kematian/tahun. Nilai ekonomi dari kerusakan kesehatan ini bisa mewakili 3-10% dari pendapatan (GDP) kota itu. Bahkan di Beijing bisa mencapai 28 persen dari GDP kota. 
SUMBER :http://purnawan-kristanto.blogspot.com
Burning smoke issued from the vehicle exhaust pollutants contain substances that endanger health. According to WHO, Indonesia suffered economic losses due to air pollution around 424.3 million in 1990 and in 2000 rose to 624 million dollars. Therefore, if the government does not make air pollution control seriously, the loss rate experienced by Indonesia would increase. For this reason, last year the government launched the Super TT gasoline, aka petrol without lead. Gasoline is different from the premium and the Premix are still using lead in the form of Tetra Ethyl Led (TEL) to raise levels oktannya. But gas requires a special tool. Without these tools, vehicles using gasoline Super TT will be quickly destroyed it. How is the policy influence gasoline without lead removal from the consumer's interest, whether beneficial or detrimental? Health Impact Gasoline is a hydrocarbon compounds containing hydrogen and carbon atoms. On the machine that "wrong", the oxygen will change all the hydrogen in this fuel into the water and change all the carbon into carbon dioxide. In fact, the combustion process is not always going perfect. As a result the engine took several types of harmful pollutants such as hydrocarbons (HC), oxides of nitrogen (NOx), carbon monoxide (CO), sulfur oxides (SOX), fine dust particles (PM10) and the most dangerous is lead (Pb). HC compounds because the molecules of air released is not burned completely. If the mixture into contact with nitrogen oxides and sunlight, hydrocarbons will be transformed into eye irritant smoke, disrupt the throat and respiratory tract. Carbon monoxide is also a product of incomplete combustion. If inhaled human, these gases are affecting the distribution of blood in the heart oksegen. CO gas is easy to blend with blood hemoglobin levels even in low. This happens because the iron (Fe) in the Hb trigger attraction of CO to 200 times greater than O2 appeal. Increased CO in Hb to 9% only in the blood within a minute or two can lead to lack of oxygen in the heart and the thwarting of the addition of oxygen in coronary blood vessels. Medical research shows, even in low doses, lead is a very dangerous element. If the presentation is very high, these toxins can cause damage to the brain, kidneys and gastrointestinal disorders. While exposure in a long time, would interfere with the blood, central nervous system, blood pressure and interfere with the absorption of vitamin D. Human reproductive system was disturbed by it. The number of sperm in men decreases and causes a miscarriage in pregnant women. In childhood, perumbuhan could inhibit the growth of intelligence and cognitive loss. As for environment, heavy air pollution would reduce agricultural and fisheries, increase the temperature of the Earth by 0.3 degrees Celcius/10 year and cause acid rain. Consumer rights One culprit of all issues is the existence of lead content in gasoline. In the past, the function of lead in gasoline in order to raise octane levels. Given this great danger, the government accelerate the schedule for the use of gasoline without lead should be a new beginning in 2003, as part of the Blue Sky Program. Unfortunately, based on a survey ever held YLKI and Swiss, some 42.8% of respondents claimed to have never heard of this program. And according to Law Consumer Protection (BFL) No. 8 / 1999, consumers have the "right to reply information is clear and honest about the condition and security of goods and / or services." (Article 4 item c) Information is a very necessary thing consumers before deciding to purchase and consume a product. In this case, consumers really need information about the advantages and disadvantages of this TT Super gasoline, and its impact on his vehicle. Thanks to sophisticated technology called Residue Catalytic Cracking (RCC), now can produce gasoline with 92 octane say, without asking the help of lead anymore. Unfortunately, the production cost of gasoline Super TT fairly expensive. According to a count of Pertamina, the production cost of the premium will be increased to Rp. 120/liter if not using lead. This happens because the government still has to import High Octan Motogas Component (HOMC) approximately 300 thousand barrels / year. Yet HOMC prices on the world market reached U.S. $ 30/barel. Without any subsidy from the government, the Super TT Gasoline prices are not affordable by the consumer. Outside of prices, there are more other problems. Apparently not all vehicles can use the gasoline Super TT is. Gasoline is only suitable to meet the needs of car engines are designed to use fuel without the lead, or for vehicles that have been equipped with catalytic converter, which is the extra fuel. The converter works improve hygiene vehicle emissions that create a healthier environment. Way, the flow of exhaust gas will oxidize so that the elements of CO and HC into CO2 changed relatively harmless. So what happens when the gasoline Super TT is used for vehicles that still have to use the fuel balance? Of course, problems arise, because since the 1920s, lead used as additives in gasoline as an anti-knocking valve seat lubrication. If using gasoline without lead, then the component converter minus the car that would quickly wear out and damaged. And to install the converter, the consumer must spend approximately 2.5 million-5 million dollars. In built-up cars from overseas, is already equipped with this converter, but as previously we are still on opposite sides of gas, then the tool is removed by the manufacturer. This is Konsekunesi not known by most consumers in Jakarta as a prime user of this type of gasoline. Whereas government / Pertamina already committed to supply gas stations in Jakarta only with gasoline Super TT. That means, the vehicles of the era bauhela will wear out more quickly if the go ahead "drinking" super TT. Health costs In 2003, the government target of gasoline had gone on opposite sides of Earth Indonesia. These targets realistic? What about the old vehicles that do not have a converter? Do they have to retire or reckless use TT super speedster risk aus? Does the program balance removal gasoline is worth forwarded? The answer is as difficult a question: what first, the chicken or the egg? In this case, the question becomes: which comes first, all vehicles used to prepare or provide gasoline without lead? However, if examined from the standpoint of health costs, we will find the answer. WHO report shows that of 126 cities around the world there are 130 thousand premature deaths and respiratory disease incidence of 50-70 per year due to air pollution. In Beijing there is the death of ten thousand deaths / year in Beijing and in Jakarta there are six thousand deaths / year. Economic value of health damage it can represent 3-10% of income (GDP) of the city. Even in Beijing can reach 28 percent of the GDP of the city. http://purnawan-kristanto.blogspot.com.

2 komentar: